Formulir Kontak

 

Perlawanan Aceh Terhadap Portugis

Nama Kelompok :
  • Aditya Chandra F (01)
  • Alifia Ayu Setyaningrum (02)
  • Alvi Utami (03)
  • Dewi Nur S (04)
  • Larasati Satri Sejati (19)
  • Nur Azizah Febriani (23)
  • Reza Agus D (25)
  • Siti Osmatun K (28)
 
Perlawanan Aceh Terhadap Portugis


A.  Latar Belakang

Sebelum kedatangan bangsa Eropa, masyarakat di wilayah Nusantara hidup dengan tenteram di bawah kekuasaan raja-raja.

Kedatangan bangsa-bangsa Eropa di Indonesia mula-mula disambut baik oleh bangsa Indonesia, tetapi lama-kelamaan rakyat Indonesia mengadakan perlawanan karena sifat-sifat dan niat-niat jahat bangsa Eropa mulai terkuak dan diketahui oleh bangsa Indonesia.Perlawanan-perlawanan yang dilakukan rakyat Indonesia disebabkan orang-orang Barat ingin memaksakan monopoli perdagangan dan berusaha mencampuri urusan kerajaan-kerajaan di Indonesia.

Setelah Malaka dapat dikuasai oleh Portugis 1511, maka terjadilah persaingan dagang antara pedagang-pedagang Portugis dengan pedagang di Nusantara. Portugis ingin selalu menguasai perdagangan, maka terjadilah perlawanan-perlawanan terhadap Portugis.
Sejak Portugis dapat menguasai Malaka, Kerajaan Aceh merupakan saingan terberat dalam dunia perdagangan. Para pedagang muslim segera mengalihkan kegiatan perdagangannya ke Aceh Darussalam.

Keadaan ini tentu saja sangat merugikan Portugis secara ekonomis, karena Aceh kemudian tumbuh menjadi kerajaan dagang yang sangat maju. Melihat kemajuan Aceh ini, Portugis selalu berusaha menghancurkannya, tetapi selalu menemui kegagalan.

B.   Proses perlawanan Aceh terhadap Portugis

Pada Tahun 1523 melancarkan serangan dibawah pimpinan Henrigues dan diteruskan oleh de Sauza pada tahun berikutnya. Namun perlawanan yang dilakukan selalu menemui kegagalan. Maka, untuk melemahkan Aceh, Portugis melancarkan serangan dengan mengganggu kapal-kapal dagang Aceh. Selain mengganggu pedagangan rakyat Aceh, Portugis juga ingin merampas kedaulatan Aceh.  Hal itu membuat rakyat Aceh marah dan akhirnya melakukan perlawanan.

Usaha-usaha Aceh Darussalam untuk mempertahankan diri dari ancaman Portugis, antara lain:
  1. Aceh berhasil menjalin hubungan baik dengan Turki, Persia, dan Gujarat (India),
  2. Aceh memperoleh bantuan berupa kapal, prajurit, dan makanan dari beberapa pedagang muslim di Jawa,
  3. Kapal-kapal dagang Aceh dilengkapi dengan persenjataan yang cukup baik dan prajurit yang tangguh,
  4. Meningkatkan kerja sama dengan Kerajaan Demak dan Makassar.
Semangat rakyat Aceh untuk mengusir Portugis dari Aceh sangatlah besar. Puncaknya adalah pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Sultan Iskandar Muda mencoba menambah kekuatan dengan melipatgadakan kekuatan pasukannya, angkatan laut diperkuat dengan kapal-kapal besar yang berisi 600-800 prajurit, pasukan kavaleri dilengkapi dengan kuda Persia, menyiapkan pasukan gajah dan milisi infanteri.

Perlawanan terus dilakukan. Permusuhan antara Aceh dan Portugis berlangsung terus tetapi sama-sama tidak berhasil mengalahkan, sampai akhirnya Malaka jatuh ke tangan VOC tahun 1641.
VOC bermaksud membuat Malaka menjadi pelabuhan yang ramai dan ingin menghidupkan kembali kegiatan perdagangan seperti yang pernah dialami Malaka sebelum kedatangan Portugis dan VOC.
Kemunduran Aceh mulai terlihat setelah Iskandar Muda wafat dan penggantinya adalah Sultan Iskandar Thani (1636–1841).

Pada saat Iskandar Thani memimpin Aceh masih dapat mempertahankan kebesarannya. Tetapi setelah Aceh dipimpin oleh Sultan Safiatuddin 91641–1675) Aceh tidak dapat berbuat banyak mempertahankan kebesarannya

C.  Tokoh-Tokoh

Di antara raja-raja Kerajaan Aceh yang melakukan perlawanan adalah:
  1. Sultan Ali Mughayat Syah (1514–1528). Berhasil membebaskan Aceh dari upaya penguasaan bangsa Portugis
  2. Sultan Alaudin Riayat Syah (1537–1568). Berani menentang dan mengusir Portugis yang bersekutu dengan Johor.
  3. Sultan Iskandar Muda (1607–1636). Raja Kerajaan Aceh yang terkenal sangat gigih melawan Portugis adalah Iskandar Muda. Pada tahun 1615 dan 1629, Iskandar Muda melakukan serangan terhadap Portugis di Malaka.

D.  Akibat

Setelah Aceh mengalami kekalahan perang yang berkali-kali membuat Aceh tidak mempunyai pengaruh lagi diperdagangan dan pengaruh di kerajaan di tanah Melayu dan membuat Portugis semakin besar, walaupun Aceh kalah perang dengan Portugis tapi Aceh tidak bisa dikuasai oleh Portugis.

Ditulis oleh Brilian Adam Kalismala (06/XI.A.6)

Total comment

Author

Unknown

Perlawanan Mataram

Nama Kelompok :
  • Brilian Adam Kalismala (06)
  • Chita Wibowo (07)
  • Dimas Hanafi Iqbal N (10)
  • Ilham Muhammad A (15)
  • Irfan Muhyiddin H (16)
  • Nafera Triana S (21)
Perlawanan Mataram


A. Latar Belakang

Sultan Agung adalah raja yang paling terkenal dari Kerajaan Mataram. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai zaman keemasan. Cita-cita Sultan Agung antara lain: 
  • Mempersatukan seluruh tanah Jawa.
  • Mengusir kekuasaan asing dari bumi Nusantara. 
Terkait dengan cita-citanya ini maka Sultan Agung sangat menentang keberadaan kekuatan VOC di Jawa. Apalagi tindakan VOC yang terus memaksakan kehendak untuk melakukan monopoli perdagangan membuat para pedagang Pribumi mengalami kemunduran. Kebijakan monopoli itu juga dapat membawa penderitaan rakyat. Oleh karena itu, Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia. 

Ada beberapa alasan mengapa Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia, yakni:
  1. Tindakan monopoli yang dilakukan VOC,
  2. VOC sering menghalang-halangi kapal-kapal dagang Mataram yang akan berdagang ke Malaka,
  3. VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram, dan
  4. keberadaan VOC di Batavia telah memberikan ancaman serius bagi masa depan Pulau Jawa.

Pada tahun 1628 telah dipersiapkan pasukan dengan segenap persenjataan dan perbekalan. Pada waktu itu yang menjadi gubernur jenderal VOC adalah J.P. Coen. Sebagai pimpinan pasukan Mataram adalah Tumenggung Baureksa. Tepat pada tanggal 22 Agustus 1628, pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa menyerang Batavia. Pasukan Mataram berusaha membangun pos pertahanan, tetapi kompeni VOC berusaha menghalang-halangi, sehingga pertempuran antara kedua pihak tidak dapat dihindarkan.

Di tengah-tengah berkecamuknya peperangan itu pasukan Mataram yang lain berdatangan seperti pasukan di bawah Sura Agul-Agul yang dibantu oleh Kiai Dipati Mandurareja dan Upa Santa. Datang pula laskar orang-orang Sunda di bawah pimpinan Dipati Ukur. Pasukan Mataram berusaha mengepung Batavia dari berbagai tempat. Terjadilah pertempuran sengit antara pasukan Mataram melawan tentara VOC di berbagai tempat.
B. Tokoh-tokoh
Raja Mataram yang paling gigih menyerang VOC di Batavia adalah Sultan Agung Hanyakrakusuma. Perlawanan rakyat Mataram saat diperintah Sultan Agung Hanyakrakusuma untuk menyerang VOC di Batavia terjadi dua kali, meskipun kedua-duanya belum memperoleh keberhasilan.
Perlawanan rakyat Mataram terhadap VOC di Batavia dilakukan pada bulan Agustus 1628 yang dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso. Walaupun pasukan Mataram kelelahan akibat menempuh jarak yang sangat jauh dengan persediaan bahan makanan yang mulai menipis, pasukan Mataram mampu melakukan serangan terhadap VOC di Batavia sepanjang hari.
Perlawanan rakyat Mataram kedua terhadap VOC di Batavia dilaksanakan tahun 1629 dan dipimpin oleh Dipati Puger dan Dipati Purbaya. Meskipun persediaan bahan pangan sudah mulai menipis, pasukan Mataram tetap menyerbu Batavia dan berhasil menghancurkan benteng Hollandia. Penyerbuan berikutnya dilanjutkan ke benteng Bommel tetapi belum berhasil karena pasukan Mataram sudah mulai kelelahan dan kekurangan bahan makanan.
C. Proses
Sultan Agung mengadakan serangan ke Batavia sebanyak dua kali, yaitu tahun 1628 dan 1629. Serangan pertama pada tahun 1628 terbagi dua gelombang. Gelombang pertama dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso dengan membangun kubu – kubu pertahanan di dekat rumah – rumah penduduk di sekitar Batavia.
Namun tindakan tersebut diketahui oleh VOC, sehingga VOC kemudian menyerang dan membakar kampung – kampung yang terdapat pasukan Mataram dan banyak jatuh korban di pihak Mataram, termasuk Tumenggung Bahurekso.
Gelombang kedua di pimpin oleh Adipati Uposonto, Suro Agul-Agul, dan Mandurejo. Stategi yang di gunakan adalah membenung aliran sungai Ciliwung dengan harapan agar Batavia kekurangan air dan terjangkit wabah penyakit menular. Secara umum, serangan Sultan Agung yang pertama ini mengalami kegagalan.
Pada tahun 1629, Mataram melakukan serangan untuk kedua kalinya di bawah pimpinan Dipati Puger dan Dipati Purabaya. Belajar dari serangan pertama yang gagal, maka di adakan persiapan yang lebih matang sebelum melakukan serangan, didirikan lumbung – lumbung padi di daerah Cirebon dengan tujuan memblokade bahan makanan ke Batavia. Lumbung – lumbung padi tersebut akhirnya diketahui oleh VOC dan dibakar, akibatnya serangan Mataram kedua juga mengalami kegagalan.
D. Bentuk Perlawanan
Penyerbuan Mataram ke Batavia pada Tahun 1628
§  Sultan Agung mengadakan penyerangan ke Batavia pertama kali pada tahun 1628.
Pasukan pertama dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso.
§  Pasukan kedua dipimpin oleh Tumenggung Agul-Agul, Kyai Dipati Mandurorejo, Kyai Dipati Upusonto, dan Dipati Ukur.
§  22 Agustus 1628 – 24 Agustus 1628 tentara mataram datagke Batavia dan melakukan penyerbuan.
§  21 September 1628 tentara Mataram menyerang benteng Hollandia, namun gagal. Kegagalan ini membuat penyerbuan Mataram yang pertama berakhir pula.

Penyerbuan Mataram ke Batavia pada Tahun 1629

§  Meskipun Mataram tidak berhasil merebut benteng Batavia dan menundukkan Kompeni pada tahun 1628, mereka tidak begitu saja menyerah.
§  1629 tentara Mataram berangkat lagi menuju Batavia dengan perlengkapan senjata-api.
§  Tentara Mataram berangkat ke Batavia mulai bulan Juni 1629. Dan pada akhir bulan Agustus 1629 mereka sampai di Batavia.
§  Pada tanggal 31 Agustus 1629 seluruh pasukan Mataram mulai tiba di daerah sekitar Batavia. VOC mengetahui kedatangan mereka untuk kembali menyerbu Batavia. VOC juga mengetahui bahwa pusat persediaan bahan pangan saat itu adalah Tegal. Merekapun mengirimkan armadanya ke Tegal, di mana perahu-perahu Mataram, rumah-rumah dan gudang-gudang beras bagi tentara Mataram dibakar habis, setelah Tegal mendapat perusakan, VOC berpindah ke Cirebon. Kota ini juga mendapat gilirannya. Persediaan padi di sini pun habis dibakar oleh VOC.
§  21 September 1629 tentara Mataram menyerang benteng VOC. Mereka dibiarkan menembak benteng hingga persediaan mesiu habis.
§  Pasukan Mataram menderita kelaparan. Setelah berusaha untuk menyerang selama kurang lebih 10 hari pada akhir bulan September 1629 mereka mulai menarik diri.

E. Hasil Perlawanan

Pada perlawanan pertama mengalami kegagalan. Mataram melakukan serangan untuk kedua kalinya di bawah pimpinan Dipati Puger dan Dipati Purabaya. Belajar dari serangan pertama yang gagal, maka di adakan persiapan yang lebih matang sebelum melakukan serangan, didirikan lumbung – lumbung padi di daerah Cirebon dengan tujuan memblokade bahan makanan ke Batavia. Lumbung – lumbung padi tersebut akhirnya diketahui oleh VOC dan dibakar, akibatnya serangan Mataram kedua juga mengalami kegagalan.

Ditulis Oleh Brilian Adam Kalismala (06/XI.A.6)

Total comment

Author

Unknown
Kelompok Banten :
  • Amalia Ninggar (04)
  • Anita Ayu F (05)
  • Denisa M Agustina (08)
  • Dyah Ayu S (13)
  • Hastin Jania R (14)
  • Juninda Ratusiwi (18)
  • Tri Agustina (30)
  • Winda Pratiwi (31)

Perlawanan Banten Terhadap VOC


A. Latar Belakang

Banten sebagai kesultanan memiliki potensi geografis dan potensi alam yang membuat para pedagang Eropa khususnya hendak menguasai Banten. Secara geografis, Banten terletak di ujung barat pulau Jawa, dimana jalur perdagangan Nusantara yang merupakan bagian dari jalur perdagangan Asia dan Dunia. Selain itu, letaknya yang dekat dengan selat Sunda menjadikan Banten sebagai pelabuhan transit sekaligus pintu masuk ke Nusantara setelah Portugis mengambilalih Malaka pada tahun 1511.

Potensi alam yang dimiliki Banten pun merupakan daya tarik tersendiri, dimana Banten adalah penghasil lada terbesar di Jawa Barat dan penghasil beras dengan dibukanya lahan pertanian dan sarana irigasi oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Selain dari potensi alam dan letak geografis, VOC memerlukan tempat yang cocok untuk dijadikan sebagai pusat pertemuan. Letak Belanda yang jauh dari wilayah Nusantara menyulitkan
  untuk mengatur dan mengawasi kegiatan perdagangan. Dengan pertimbangan tersebut, Banten dipilih sebagai Rendez-vous yaitu pusat pertemuan, dimana pelabuhan, kantor-kantor dapat dibangun, dan fasilitas-fasilitas pengangkutan laut dapat disediakan, keamanan terjamin dan berfungsi dengan baik. Hal inilah yang membuat VOC dibawah pimpinan Gubernur Jendral Joan Maetsuyker hendak menguasai Banten.


B. Tokoh – Tokoh Perlawanan Banten Terhadap VOC
  • Sultan Agen Tirtayasa
  • Arya Purbaya ( Putra  dari Sultan Ageng Tirtayasa )

C.
 Proses Perlawanan Banten Terhadap VOC


Perlawanan rakyat Banten terhadap VOC dibangkitkan oleh Abdul Fatah (Sultan Ageng Tirtayasa) dan puteranya bernama Pangeran Purbaya (Sultan Haji). Sultan Ageng Tirtayasa dengan tegas menolak segala bentuk aturan monopoli VOC dan berusaha mengusir VOC dari Batavia. Pada tahun 1659, perlawanan rakyat Banten mengalami kegagalan, yaitu ditandai oleh keberhasilan Belanda dalam memaksa Sultan Ageng Tirtayasa untuk menandatangani perjanjian monopoli perdagangan.

Pada tahun 1683, VOC menerapkan politik adu domba (
devide et impera) antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan puteranya yang bernama Sultan Haji, sehingga terjadilah perselisihan antara ayah dan anak, yang pada akhirnya dapat mempersempit wilayah serta memperlemah posisi Kerajaan Banten. Sultan Haji yang dibantu oleh VOC dapat mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa. Kemenangan Sultan Haji atas bantuan VOC tersebut menghasilkan kompensasi dalam penandatanganan perjanjian dengan kompeni. VOC diberi hak untuk memonopoli perdagangan di seluruh wilayah Banten dan Sumatera Selatan.

Perjanjian tersebut menandakan perlawanan rakyat Banten terhadap VOC dapat dipadamkan, bahkan Banten dapat dikuasai oleh VOC. Pertikaian keluarga di Kerajaan Banten menunjukkan bahwa mudahnya rakyat Banten untuk diadu domba oleh VOC.
Sultan ageng berusaha merebut kembali kesultanan banten dari sultan haji yang didukung VOC. Pada tahun 1682 pasukan ageng tirtayasa berhasil mengepung istana sultan haji, tapi sultan haji langsung meminta bantuan VOC. Akhirnya sultan ageng agung dapat dipukul mundur, tapi sultan ageng tirtayasa dapat meloloskan diri bersama anaknya purbaya ke hutan lebak. Dan akhirnya 1683 Sultan ageng di tangkap dan di tawan di batavia sampai meninggalnya pada tahun 1692.
Pada tahun 1750, terjadi perlawanan rakyat Banten terhadap Sultan Haji (yang menjadi raja setelah menggantikan Sultan Ageng Tirtayasa), atas tindakan Sultan Haji (rajanya) yang sewenang-wenang terhadap rakyatnya sendiri. Perlawanan rakyat Banten ini dapat dipadamkan oleh Sultan Haji atas bantuan VOC. Sebagai imbalan jasa, VOC diberi hak untuk memonopoli perdagangan di seluruh wilayah Banten dan Sumatera Selatan.


D. Bentuk-Bentuk Perlawanan Banten Terhadap VOC
  1. Beberapa yang dilakukan misalnya mengundang para pedagang Eropa lain seperti Inggris, Perancis, Denmark dan Portugis. Sultan Ageng juga mengembangkan hubungan dagang dengan negara-negara Asia seperti Persia, Benggala, Siam, Tonkin, dan Cina.
  2. Sultan Ageng juga mengirim beberapa pasukannya untuk mengganggu kapal-kapal dagang VOC dan menimbulkan gangguan di Batavia. Dalam rangka memberi tekanan dan memperlemah kedudukan VOC, rakyat Banten juga melakukan perusakan terhadap beberapa kebun tanaman tebu milik VOC. 
  3. Dibangun saluran air atau irigasi untuk meningkatkan produksi pertanian dan dimaksudkan juga untuk memudahkan transportasi perang

E. Akibat Perlawanan Banten Terhadap VOC
  1. Pelabuhan Banten yang dulunya ramai menjadi sepi
  2. Banyak korban yang berjatuhan tetapi VOC masih belum bisa ditaklukan pada masa itu
  3. Hubungan antara Banten dan VOC menjadi kurang baik

Ditulis oleh Brilian Adam Kalismala ( 06/XI.A.6 )


Total comment

Author

Unknown
Nama Anggota :
  • Dita Ayuningrum (11)
  • Diyah Ayu Fatmawati (12)
  • Isna Nur Faizah (17)
  • Miftahul Jannah (20)
  • Nawang Putri S (22)
  • Rizky Milania P (26)
  • Syahfillia Nurul M (29)
  • Yunita Aprilia (32)


 Perlawanan Maluku

Portugis memasuki maluku pada tahun 1521, dan memusatkan aktivitasnya di Ternate. Tidak lama berselang orang Spanyol juga memasuki maluku, yang memusatkan kedudukannya di Tidore. Terjadilah persaingan antara kedua belah pihak. Persaingan itu antara persekutuan Portugis dengan Ternate dan Spanyol dengan Tidore. Akhirnya persaingan dimenangkan oleh Portugis dan diakhiri dengan adanya perjanjian Saragosa.

A. Latar Belakang
  1. Portugis melakukan monopoli perdagangan
  2. Portugis ikut campur tangan dalam pemeritahan
  3. Portugis ingin menyebarkan agama katolik yang berarti bertentangan dengan agama-agama-yang telah dianut oleh rakyat Ternate
  4. Portugis membenci agama islam
  5. Portugis sewenang-sewenang terhadap rakyat
  6. Keserakahan dan kesombongan bangsa Portugis

 B. Tokoh-tokoh Perlawanan

  • Sultan Khaerun/Hairun. Terjadi pada tahun 1565 menyerukan seluruh rakyat dari Paua sampai jawa untuk angkat senjata melawa Portugis, namun dengan pertimbangan kemanusiaan sultan Hairun menerima ajakan perundingan Portugis . Ternyata pada saat perundingan sultan Hairun ditangkap dan dibunuh
  • Sultan Baabullah (Putra Sultan Hairun). Maluku berhasil  di persatukan termasuk Ternate Tidore untuk melancarkan serangan besar-besaran terhadap Portugis, akhirnya orang Portugis melarikan diri ke ambon namun diusir oleh VOC dan kemudian menetap di Timor Timur.
  • Kakiali dan Telukabesi. Memimpin serangan Sporadis dari rakyat Hitu yang meluas ke Ambon
  • Kecili Said. Memimpin perlawanan di Ternate.
  • Pangeran Nuku. Pada tahun 1680 VOC memaksakan sebuah perjanjian dengan penguasa Tidore yang mengakibatkan Putra Alam menjadi penguasa baru(menurut tradisi yang berhak menjadi sultan adalah pangeran Nuku). Penempatan putra Alam sebagai sultan Tidore menmbulkan protes keras dari Pangeran Nuku, timbulan perang hebat antara rakyat maluku dibawah pangeran Nuku dan tentara VOC. Sultan Nuku juga mendapat dukungan dari rakyat Papua dibawah pimpinan Raja Ampat dan orang Gamrange dari Halmahera. Oleh para pengikunya pangeran Nuku diangkat sebagi sultan dengan gelar Tuan Sultan Amir Muhamad Syafiudin syah. Sultan Nuku berhasil mengembangkan pemerintahan yang berdaulat dan melepaskan diri dari dominasi Belanda di Tidore sampai akhir hayatnya. 

Ditulis oleh Brilian Adam Kalismala ( 06 / XI.A.6 )

Total comment

Author

Unknown