Formulir Kontak

 

Perlawanan Aceh Terhadap Portugis

Nama Kelompok :
  • Aditya Chandra F (01)
  • Alifia Ayu Setyaningrum (02)
  • Alvi Utami (03)
  • Dewi Nur S (04)
  • Larasati Satri Sejati (19)
  • Nur Azizah Febriani (23)
  • Reza Agus D (25)
  • Siti Osmatun K (28)
 
Perlawanan Aceh Terhadap Portugis


A.  Latar Belakang

Sebelum kedatangan bangsa Eropa, masyarakat di wilayah Nusantara hidup dengan tenteram di bawah kekuasaan raja-raja.

Kedatangan bangsa-bangsa Eropa di Indonesia mula-mula disambut baik oleh bangsa Indonesia, tetapi lama-kelamaan rakyat Indonesia mengadakan perlawanan karena sifat-sifat dan niat-niat jahat bangsa Eropa mulai terkuak dan diketahui oleh bangsa Indonesia.Perlawanan-perlawanan yang dilakukan rakyat Indonesia disebabkan orang-orang Barat ingin memaksakan monopoli perdagangan dan berusaha mencampuri urusan kerajaan-kerajaan di Indonesia.

Setelah Malaka dapat dikuasai oleh Portugis 1511, maka terjadilah persaingan dagang antara pedagang-pedagang Portugis dengan pedagang di Nusantara. Portugis ingin selalu menguasai perdagangan, maka terjadilah perlawanan-perlawanan terhadap Portugis.
Sejak Portugis dapat menguasai Malaka, Kerajaan Aceh merupakan saingan terberat dalam dunia perdagangan. Para pedagang muslim segera mengalihkan kegiatan perdagangannya ke Aceh Darussalam.

Keadaan ini tentu saja sangat merugikan Portugis secara ekonomis, karena Aceh kemudian tumbuh menjadi kerajaan dagang yang sangat maju. Melihat kemajuan Aceh ini, Portugis selalu berusaha menghancurkannya, tetapi selalu menemui kegagalan.

B.   Proses perlawanan Aceh terhadap Portugis

Pada Tahun 1523 melancarkan serangan dibawah pimpinan Henrigues dan diteruskan oleh de Sauza pada tahun berikutnya. Namun perlawanan yang dilakukan selalu menemui kegagalan. Maka, untuk melemahkan Aceh, Portugis melancarkan serangan dengan mengganggu kapal-kapal dagang Aceh. Selain mengganggu pedagangan rakyat Aceh, Portugis juga ingin merampas kedaulatan Aceh.  Hal itu membuat rakyat Aceh marah dan akhirnya melakukan perlawanan.

Usaha-usaha Aceh Darussalam untuk mempertahankan diri dari ancaman Portugis, antara lain:
  1. Aceh berhasil menjalin hubungan baik dengan Turki, Persia, dan Gujarat (India),
  2. Aceh memperoleh bantuan berupa kapal, prajurit, dan makanan dari beberapa pedagang muslim di Jawa,
  3. Kapal-kapal dagang Aceh dilengkapi dengan persenjataan yang cukup baik dan prajurit yang tangguh,
  4. Meningkatkan kerja sama dengan Kerajaan Demak dan Makassar.
Semangat rakyat Aceh untuk mengusir Portugis dari Aceh sangatlah besar. Puncaknya adalah pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Sultan Iskandar Muda mencoba menambah kekuatan dengan melipatgadakan kekuatan pasukannya, angkatan laut diperkuat dengan kapal-kapal besar yang berisi 600-800 prajurit, pasukan kavaleri dilengkapi dengan kuda Persia, menyiapkan pasukan gajah dan milisi infanteri.

Perlawanan terus dilakukan. Permusuhan antara Aceh dan Portugis berlangsung terus tetapi sama-sama tidak berhasil mengalahkan, sampai akhirnya Malaka jatuh ke tangan VOC tahun 1641.
VOC bermaksud membuat Malaka menjadi pelabuhan yang ramai dan ingin menghidupkan kembali kegiatan perdagangan seperti yang pernah dialami Malaka sebelum kedatangan Portugis dan VOC.
Kemunduran Aceh mulai terlihat setelah Iskandar Muda wafat dan penggantinya adalah Sultan Iskandar Thani (1636–1841).

Pada saat Iskandar Thani memimpin Aceh masih dapat mempertahankan kebesarannya. Tetapi setelah Aceh dipimpin oleh Sultan Safiatuddin 91641–1675) Aceh tidak dapat berbuat banyak mempertahankan kebesarannya

C.  Tokoh-Tokoh

Di antara raja-raja Kerajaan Aceh yang melakukan perlawanan adalah:
  1. Sultan Ali Mughayat Syah (1514–1528). Berhasil membebaskan Aceh dari upaya penguasaan bangsa Portugis
  2. Sultan Alaudin Riayat Syah (1537–1568). Berani menentang dan mengusir Portugis yang bersekutu dengan Johor.
  3. Sultan Iskandar Muda (1607–1636). Raja Kerajaan Aceh yang terkenal sangat gigih melawan Portugis adalah Iskandar Muda. Pada tahun 1615 dan 1629, Iskandar Muda melakukan serangan terhadap Portugis di Malaka.

D.  Akibat

Setelah Aceh mengalami kekalahan perang yang berkali-kali membuat Aceh tidak mempunyai pengaruh lagi diperdagangan dan pengaruh di kerajaan di tanah Melayu dan membuat Portugis semakin besar, walaupun Aceh kalah perang dengan Portugis tapi Aceh tidak bisa dikuasai oleh Portugis.

Ditulis oleh Brilian Adam Kalismala (06/XI.A.6)

Total comment

Author

Unknown

Perlawanan Mataram

Nama Kelompok :
  • Brilian Adam Kalismala (06)
  • Chita Wibowo (07)
  • Dimas Hanafi Iqbal N (10)
  • Ilham Muhammad A (15)
  • Irfan Muhyiddin H (16)
  • Nafera Triana S (21)
Perlawanan Mataram


A. Latar Belakang

Sultan Agung adalah raja yang paling terkenal dari Kerajaan Mataram. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai zaman keemasan. Cita-cita Sultan Agung antara lain: 
  • Mempersatukan seluruh tanah Jawa.
  • Mengusir kekuasaan asing dari bumi Nusantara. 
Terkait dengan cita-citanya ini maka Sultan Agung sangat menentang keberadaan kekuatan VOC di Jawa. Apalagi tindakan VOC yang terus memaksakan kehendak untuk melakukan monopoli perdagangan membuat para pedagang Pribumi mengalami kemunduran. Kebijakan monopoli itu juga dapat membawa penderitaan rakyat. Oleh karena itu, Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia. 

Ada beberapa alasan mengapa Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia, yakni:
  1. Tindakan monopoli yang dilakukan VOC,
  2. VOC sering menghalang-halangi kapal-kapal dagang Mataram yang akan berdagang ke Malaka,
  3. VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram, dan
  4. keberadaan VOC di Batavia telah memberikan ancaman serius bagi masa depan Pulau Jawa.

Pada tahun 1628 telah dipersiapkan pasukan dengan segenap persenjataan dan perbekalan. Pada waktu itu yang menjadi gubernur jenderal VOC adalah J.P. Coen. Sebagai pimpinan pasukan Mataram adalah Tumenggung Baureksa. Tepat pada tanggal 22 Agustus 1628, pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa menyerang Batavia. Pasukan Mataram berusaha membangun pos pertahanan, tetapi kompeni VOC berusaha menghalang-halangi, sehingga pertempuran antara kedua pihak tidak dapat dihindarkan.

Di tengah-tengah berkecamuknya peperangan itu pasukan Mataram yang lain berdatangan seperti pasukan di bawah Sura Agul-Agul yang dibantu oleh Kiai Dipati Mandurareja dan Upa Santa. Datang pula laskar orang-orang Sunda di bawah pimpinan Dipati Ukur. Pasukan Mataram berusaha mengepung Batavia dari berbagai tempat. Terjadilah pertempuran sengit antara pasukan Mataram melawan tentara VOC di berbagai tempat.
B. Tokoh-tokoh
Raja Mataram yang paling gigih menyerang VOC di Batavia adalah Sultan Agung Hanyakrakusuma. Perlawanan rakyat Mataram saat diperintah Sultan Agung Hanyakrakusuma untuk menyerang VOC di Batavia terjadi dua kali, meskipun kedua-duanya belum memperoleh keberhasilan.
Perlawanan rakyat Mataram terhadap VOC di Batavia dilakukan pada bulan Agustus 1628 yang dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso. Walaupun pasukan Mataram kelelahan akibat menempuh jarak yang sangat jauh dengan persediaan bahan makanan yang mulai menipis, pasukan Mataram mampu melakukan serangan terhadap VOC di Batavia sepanjang hari.
Perlawanan rakyat Mataram kedua terhadap VOC di Batavia dilaksanakan tahun 1629 dan dipimpin oleh Dipati Puger dan Dipati Purbaya. Meskipun persediaan bahan pangan sudah mulai menipis, pasukan Mataram tetap menyerbu Batavia dan berhasil menghancurkan benteng Hollandia. Penyerbuan berikutnya dilanjutkan ke benteng Bommel tetapi belum berhasil karena pasukan Mataram sudah mulai kelelahan dan kekurangan bahan makanan.
C. Proses
Sultan Agung mengadakan serangan ke Batavia sebanyak dua kali, yaitu tahun 1628 dan 1629. Serangan pertama pada tahun 1628 terbagi dua gelombang. Gelombang pertama dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso dengan membangun kubu – kubu pertahanan di dekat rumah – rumah penduduk di sekitar Batavia.
Namun tindakan tersebut diketahui oleh VOC, sehingga VOC kemudian menyerang dan membakar kampung – kampung yang terdapat pasukan Mataram dan banyak jatuh korban di pihak Mataram, termasuk Tumenggung Bahurekso.
Gelombang kedua di pimpin oleh Adipati Uposonto, Suro Agul-Agul, dan Mandurejo. Stategi yang di gunakan adalah membenung aliran sungai Ciliwung dengan harapan agar Batavia kekurangan air dan terjangkit wabah penyakit menular. Secara umum, serangan Sultan Agung yang pertama ini mengalami kegagalan.
Pada tahun 1629, Mataram melakukan serangan untuk kedua kalinya di bawah pimpinan Dipati Puger dan Dipati Purabaya. Belajar dari serangan pertama yang gagal, maka di adakan persiapan yang lebih matang sebelum melakukan serangan, didirikan lumbung – lumbung padi di daerah Cirebon dengan tujuan memblokade bahan makanan ke Batavia. Lumbung – lumbung padi tersebut akhirnya diketahui oleh VOC dan dibakar, akibatnya serangan Mataram kedua juga mengalami kegagalan.
D. Bentuk Perlawanan
Penyerbuan Mataram ke Batavia pada Tahun 1628
§  Sultan Agung mengadakan penyerangan ke Batavia pertama kali pada tahun 1628.
Pasukan pertama dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso.
§  Pasukan kedua dipimpin oleh Tumenggung Agul-Agul, Kyai Dipati Mandurorejo, Kyai Dipati Upusonto, dan Dipati Ukur.
§  22 Agustus 1628 – 24 Agustus 1628 tentara mataram datagke Batavia dan melakukan penyerbuan.
§  21 September 1628 tentara Mataram menyerang benteng Hollandia, namun gagal. Kegagalan ini membuat penyerbuan Mataram yang pertama berakhir pula.

Penyerbuan Mataram ke Batavia pada Tahun 1629

§  Meskipun Mataram tidak berhasil merebut benteng Batavia dan menundukkan Kompeni pada tahun 1628, mereka tidak begitu saja menyerah.
§  1629 tentara Mataram berangkat lagi menuju Batavia dengan perlengkapan senjata-api.
§  Tentara Mataram berangkat ke Batavia mulai bulan Juni 1629. Dan pada akhir bulan Agustus 1629 mereka sampai di Batavia.
§  Pada tanggal 31 Agustus 1629 seluruh pasukan Mataram mulai tiba di daerah sekitar Batavia. VOC mengetahui kedatangan mereka untuk kembali menyerbu Batavia. VOC juga mengetahui bahwa pusat persediaan bahan pangan saat itu adalah Tegal. Merekapun mengirimkan armadanya ke Tegal, di mana perahu-perahu Mataram, rumah-rumah dan gudang-gudang beras bagi tentara Mataram dibakar habis, setelah Tegal mendapat perusakan, VOC berpindah ke Cirebon. Kota ini juga mendapat gilirannya. Persediaan padi di sini pun habis dibakar oleh VOC.
§  21 September 1629 tentara Mataram menyerang benteng VOC. Mereka dibiarkan menembak benteng hingga persediaan mesiu habis.
§  Pasukan Mataram menderita kelaparan. Setelah berusaha untuk menyerang selama kurang lebih 10 hari pada akhir bulan September 1629 mereka mulai menarik diri.

E. Hasil Perlawanan

Pada perlawanan pertama mengalami kegagalan. Mataram melakukan serangan untuk kedua kalinya di bawah pimpinan Dipati Puger dan Dipati Purabaya. Belajar dari serangan pertama yang gagal, maka di adakan persiapan yang lebih matang sebelum melakukan serangan, didirikan lumbung – lumbung padi di daerah Cirebon dengan tujuan memblokade bahan makanan ke Batavia. Lumbung – lumbung padi tersebut akhirnya diketahui oleh VOC dan dibakar, akibatnya serangan Mataram kedua juga mengalami kegagalan.

Ditulis Oleh Brilian Adam Kalismala (06/XI.A.6)

Total comment

Author

Unknown
Kelompok Banten :
  • Amalia Ninggar (04)
  • Anita Ayu F (05)
  • Denisa M Agustina (08)
  • Dyah Ayu S (13)
  • Hastin Jania R (14)
  • Juninda Ratusiwi (18)
  • Tri Agustina (30)
  • Winda Pratiwi (31)

Perlawanan Banten Terhadap VOC


A. Latar Belakang

Banten sebagai kesultanan memiliki potensi geografis dan potensi alam yang membuat para pedagang Eropa khususnya hendak menguasai Banten. Secara geografis, Banten terletak di ujung barat pulau Jawa, dimana jalur perdagangan Nusantara yang merupakan bagian dari jalur perdagangan Asia dan Dunia. Selain itu, letaknya yang dekat dengan selat Sunda menjadikan Banten sebagai pelabuhan transit sekaligus pintu masuk ke Nusantara setelah Portugis mengambilalih Malaka pada tahun 1511.

Potensi alam yang dimiliki Banten pun merupakan daya tarik tersendiri, dimana Banten adalah penghasil lada terbesar di Jawa Barat dan penghasil beras dengan dibukanya lahan pertanian dan sarana irigasi oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Selain dari potensi alam dan letak geografis, VOC memerlukan tempat yang cocok untuk dijadikan sebagai pusat pertemuan. Letak Belanda yang jauh dari wilayah Nusantara menyulitkan
  untuk mengatur dan mengawasi kegiatan perdagangan. Dengan pertimbangan tersebut, Banten dipilih sebagai Rendez-vous yaitu pusat pertemuan, dimana pelabuhan, kantor-kantor dapat dibangun, dan fasilitas-fasilitas pengangkutan laut dapat disediakan, keamanan terjamin dan berfungsi dengan baik. Hal inilah yang membuat VOC dibawah pimpinan Gubernur Jendral Joan Maetsuyker hendak menguasai Banten.


B. Tokoh – Tokoh Perlawanan Banten Terhadap VOC
  • Sultan Agen Tirtayasa
  • Arya Purbaya ( Putra  dari Sultan Ageng Tirtayasa )

C.
 Proses Perlawanan Banten Terhadap VOC


Perlawanan rakyat Banten terhadap VOC dibangkitkan oleh Abdul Fatah (Sultan Ageng Tirtayasa) dan puteranya bernama Pangeran Purbaya (Sultan Haji). Sultan Ageng Tirtayasa dengan tegas menolak segala bentuk aturan monopoli VOC dan berusaha mengusir VOC dari Batavia. Pada tahun 1659, perlawanan rakyat Banten mengalami kegagalan, yaitu ditandai oleh keberhasilan Belanda dalam memaksa Sultan Ageng Tirtayasa untuk menandatangani perjanjian monopoli perdagangan.

Pada tahun 1683, VOC menerapkan politik adu domba (
devide et impera) antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan puteranya yang bernama Sultan Haji, sehingga terjadilah perselisihan antara ayah dan anak, yang pada akhirnya dapat mempersempit wilayah serta memperlemah posisi Kerajaan Banten. Sultan Haji yang dibantu oleh VOC dapat mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa. Kemenangan Sultan Haji atas bantuan VOC tersebut menghasilkan kompensasi dalam penandatanganan perjanjian dengan kompeni. VOC diberi hak untuk memonopoli perdagangan di seluruh wilayah Banten dan Sumatera Selatan.

Perjanjian tersebut menandakan perlawanan rakyat Banten terhadap VOC dapat dipadamkan, bahkan Banten dapat dikuasai oleh VOC. Pertikaian keluarga di Kerajaan Banten menunjukkan bahwa mudahnya rakyat Banten untuk diadu domba oleh VOC.
Sultan ageng berusaha merebut kembali kesultanan banten dari sultan haji yang didukung VOC. Pada tahun 1682 pasukan ageng tirtayasa berhasil mengepung istana sultan haji, tapi sultan haji langsung meminta bantuan VOC. Akhirnya sultan ageng agung dapat dipukul mundur, tapi sultan ageng tirtayasa dapat meloloskan diri bersama anaknya purbaya ke hutan lebak. Dan akhirnya 1683 Sultan ageng di tangkap dan di tawan di batavia sampai meninggalnya pada tahun 1692.
Pada tahun 1750, terjadi perlawanan rakyat Banten terhadap Sultan Haji (yang menjadi raja setelah menggantikan Sultan Ageng Tirtayasa), atas tindakan Sultan Haji (rajanya) yang sewenang-wenang terhadap rakyatnya sendiri. Perlawanan rakyat Banten ini dapat dipadamkan oleh Sultan Haji atas bantuan VOC. Sebagai imbalan jasa, VOC diberi hak untuk memonopoli perdagangan di seluruh wilayah Banten dan Sumatera Selatan.


D. Bentuk-Bentuk Perlawanan Banten Terhadap VOC
  1. Beberapa yang dilakukan misalnya mengundang para pedagang Eropa lain seperti Inggris, Perancis, Denmark dan Portugis. Sultan Ageng juga mengembangkan hubungan dagang dengan negara-negara Asia seperti Persia, Benggala, Siam, Tonkin, dan Cina.
  2. Sultan Ageng juga mengirim beberapa pasukannya untuk mengganggu kapal-kapal dagang VOC dan menimbulkan gangguan di Batavia. Dalam rangka memberi tekanan dan memperlemah kedudukan VOC, rakyat Banten juga melakukan perusakan terhadap beberapa kebun tanaman tebu milik VOC. 
  3. Dibangun saluran air atau irigasi untuk meningkatkan produksi pertanian dan dimaksudkan juga untuk memudahkan transportasi perang

E. Akibat Perlawanan Banten Terhadap VOC
  1. Pelabuhan Banten yang dulunya ramai menjadi sepi
  2. Banyak korban yang berjatuhan tetapi VOC masih belum bisa ditaklukan pada masa itu
  3. Hubungan antara Banten dan VOC menjadi kurang baik

Ditulis oleh Brilian Adam Kalismala ( 06/XI.A.6 )


Total comment

Author

Unknown
Nama Anggota :
  • Dita Ayuningrum (11)
  • Diyah Ayu Fatmawati (12)
  • Isna Nur Faizah (17)
  • Miftahul Jannah (20)
  • Nawang Putri S (22)
  • Rizky Milania P (26)
  • Syahfillia Nurul M (29)
  • Yunita Aprilia (32)


 Perlawanan Maluku

Portugis memasuki maluku pada tahun 1521, dan memusatkan aktivitasnya di Ternate. Tidak lama berselang orang Spanyol juga memasuki maluku, yang memusatkan kedudukannya di Tidore. Terjadilah persaingan antara kedua belah pihak. Persaingan itu antara persekutuan Portugis dengan Ternate dan Spanyol dengan Tidore. Akhirnya persaingan dimenangkan oleh Portugis dan diakhiri dengan adanya perjanjian Saragosa.

A. Latar Belakang
  1. Portugis melakukan monopoli perdagangan
  2. Portugis ikut campur tangan dalam pemeritahan
  3. Portugis ingin menyebarkan agama katolik yang berarti bertentangan dengan agama-agama-yang telah dianut oleh rakyat Ternate
  4. Portugis membenci agama islam
  5. Portugis sewenang-sewenang terhadap rakyat
  6. Keserakahan dan kesombongan bangsa Portugis

 B. Tokoh-tokoh Perlawanan

  • Sultan Khaerun/Hairun. Terjadi pada tahun 1565 menyerukan seluruh rakyat dari Paua sampai jawa untuk angkat senjata melawa Portugis, namun dengan pertimbangan kemanusiaan sultan Hairun menerima ajakan perundingan Portugis . Ternyata pada saat perundingan sultan Hairun ditangkap dan dibunuh
  • Sultan Baabullah (Putra Sultan Hairun). Maluku berhasil  di persatukan termasuk Ternate Tidore untuk melancarkan serangan besar-besaran terhadap Portugis, akhirnya orang Portugis melarikan diri ke ambon namun diusir oleh VOC dan kemudian menetap di Timor Timur.
  • Kakiali dan Telukabesi. Memimpin serangan Sporadis dari rakyat Hitu yang meluas ke Ambon
  • Kecili Said. Memimpin perlawanan di Ternate.
  • Pangeran Nuku. Pada tahun 1680 VOC memaksakan sebuah perjanjian dengan penguasa Tidore yang mengakibatkan Putra Alam menjadi penguasa baru(menurut tradisi yang berhak menjadi sultan adalah pangeran Nuku). Penempatan putra Alam sebagai sultan Tidore menmbulkan protes keras dari Pangeran Nuku, timbulan perang hebat antara rakyat maluku dibawah pangeran Nuku dan tentara VOC. Sultan Nuku juga mendapat dukungan dari rakyat Papua dibawah pimpinan Raja Ampat dan orang Gamrange dari Halmahera. Oleh para pengikunya pangeran Nuku diangkat sebagi sultan dengan gelar Tuan Sultan Amir Muhamad Syafiudin syah. Sultan Nuku berhasil mengembangkan pemerintahan yang berdaulat dan melepaskan diri dari dominasi Belanda di Tidore sampai akhir hayatnya. 

Ditulis oleh Brilian Adam Kalismala ( 06 / XI.A.6 )

Total comment

Author

Unknown

Politik Pintu Terbuka

Nama Anggota :
  • Alvi Utami (03)
  • Juninda Ratusiwi  (18)
  • Nawang Putri S (22)
  • Rahmawati Sukma W (24)
  • Reza Agus D (25)
  • Rizqi Milania P (26)
  • Siti Osmatun K (28)
  • Syah fillia Nurul M (29)


Politik Pintu Terbuka 

Politik pintu terbuka adalah pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia, dimana golongan liberal Belanda berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia harus ditangani oleh pihak swasta, sementara pemerintah cukup berperan mengawasi saja. Pelaksanaan sistem liberal ini ditandai dengan keluarnya Undang – undang De Waal, yaitu undang – undang agraria dan undang – undang gula.

Undang-undang Agraria (Agrarische Wet)

Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) tahun 1870 dikeluarkan oleh parlemen Belana (Staten Generaal). Tokoh yang berperan melahirkan Undang-undang ini adalah de Waal, menteri jajahan dan perniagaan ketika itu.

Tujuan Undang-undang:

  • Melindungi hak milik petani atas tanahnya dari penguasa pemodal asing
  • Memberi peluang kepada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk Indonesia.
  • Membuka kesempatan kerja kepada penduduk Indonesia, terutama menjadi buruh perkebunan.

Isi Undang-undang Agraria tahun 1870 :


  • Gubernur Jenderal tidak diperbolehkan menjual tanah milik pemerintah. Tanah itu dapat disewakan paling lama 75 tahun.
  • Tanah milik pemerintah antara lain hutan yang belum dibuka, tanah yang berada di luar wilayah milik desa dan penghuninya, dan tanah milik adat.
  • Tanah milik penduduk antara lain semua sawah, ladang, dan sejenisnya yang dimiliki langsung oleh penduduk desa. Tanah semacam ini boleh disewa oleh pengusaha swasta selama 5 tahun.

Sisi positif : 
Meningkatkan kehidupan ekonomi
Rakyat Indonesia dan diperkenalkan pada betapa pentingnya peran lalu lintas uang (modal) dalam kehidupan ekonomi.
Tumbuhnya perkebunan-perkebunan besar meningkat jumlah produksi tanaman ekspor jauh melebihi jumlah produksi semasa berlakunya sistem tanam paksa. Ketika itu, Indonesia menjadi penghasil kina nomor satu di dunia.
Rakyat Indonesia ikut merasakan manfaat sarana irigasi dan transportasi yang dibangun pemerintah kolonial untuk perkebunan.

Sisi negatif : 
Eksploitasi sumber daya dan tenaga rakyat.
Pemberlakuan Undang-undang Agraria tahun 1870 merupakan bentuk eksploitasi sumber daya alam Indonesia dengan cara baru. Sama saja dengan sistem tanam paksa, yang memeras keuntungan dari manfaat SDA Indonesia adalah pihak asing.
Kehidupan rakyat Indonesia dipersulit oleh membanjirnya barang-barang impor, sehingga mematikan usaha kecil penduduk pribumi karena kalah bersaing.

Undang – undang Gula ( Suiker Wet )

Selain  Agraria 1870, pemerintah Belanda juga mengeluarkan Undang – undang Gula (Suiker Wet) tahun 1870.

Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada para pengusaha perkebunan gula.

Isi dari Undang – Undang Gula antara lain
Perusahaan – perusahaan gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap.
Pada tahun 1891 semua perusahaan gula milik pemerintah harus sudah diambil alih oleh swasta.

PENGARUH POLITIK PINTU TERBUKA TERHADAP INDONESIA DAN SWASTA ASING

Pengaruh terhadap Indonesia :

  • Munculnya perkebunan perkebunan swasta asing di Indonesia seperti perkebunan teh  dan kina di jawa barat,perkebunan tembakau di deli,dan perkebunan tebu di jawa tengah dan jawa timur.
  • Terjadi penanaman modal di bidang pertambangan batu bara di umbilin 
  • Tanam paksa di hapus 
  • Rakyat Indonesia mulai mengerti arti pentingnya uang
  • Usaha kerajinan rakyat terdesak oleh barang impor
  • Pemerintah hindia belanda membangun sarana dan prasarana
  • Hindia belanda menjadi penghasil barang perkebunan yang penting 
  • Pengaruh terhadap swasta asing 
  • Kesempatan swasta asing untuk mengambil kekayaan alam Indonesia dengan membuka perkebunan swasta asing dibeberapa daerah di Indonesia 
  • Dibukanya terusan suez sehingga jarak yang ditempuh menjadi pendek sehingga pendapatan bertambah 
  • Dikeluarkannya UU koelie ordanintie sebagai ancaman bagi para kuli yang berani meninggalkan pekerjaan sebelum waktunya tiba, sehingga member keuntungan bagi pihak swasta asing karena kuli tidak berani meninggalkan pekerjaan.
  • Diadakannya flonale snctie sehingga terjadi system perbudakan yang pelaksanaan nya malah menguntungkan pihak swasta asing

Dengan dikeluarkannya undang – undang agraria dan undang – undang gula ini, maka terbukalah Indonesia bagi kaum liberal eropa untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dengan adanya modal asing yang ditanamkan  di Indonesia, maka muncullah perkebunan – perkebunan asing seperti, tebu, kopi, tembakau, teh, kina, kopra, dan sebagainya. Usaha – usaha perkebunan swasta ini mengalami perkembangan yang sangat pesat antara tahun 1970 – 1885. Sehingga, keuntunganyang didapatkan melimpah ruah, hal ini ditunjang lagi dengan adanya pemakian mesin – mesin pengolahan yang modern dan lebih baik. Dengan di bukanya terusan zues pula, jarak yang ditempuh menjadi pendek. Sehingga, menambah keuntungan yang dihasilkan atau penguasa asing.

Untuk melancarkan perkembangan produksi tanaman ekspor tersebut, maka pemerintah hindia – Belanda membangun sarana – sarana penunjang seperti: waduk, saluran irigasi, jalan raya, jalan kereta api, dan dermaga pelabuhan. Untuk pekerjaan ini, pemerintah Hindia – Belanda kembali mengarahkan tenaga rakyat dengan sistem kerja rodi, sebagai akibatnya rakyat mendapat penderitaan yang sangat berat. Lebih– lebih saat perdagangan hasil tanaman ekspor mulai menurun, karena harga pasaran dunia jatuh karena daerah – daerah Eropa mulai menanam dan memproduksi gula. Demikian pula dengan kopi, tembakau, dan produksi lainnya mulai menurun penghasilannya.

Sedangkan di Sumatra perkebunan mengalami kesulitan dalam hal tenaga buruk berbeda dengan keadaan perkebunan di jawa sebagai daerah yang padat penduduk, memudahkan dalam mencari tenaga buruh. Di Sumatra perkebunan memenuhi ke butuhan tenaga kerjanya dengan mendatangkan buruh dari jawa. Karena perlakuaan pengawasan terhadap buruh sangat kasar,banyak buruh yang melarikan diri dari perkebunan, untuk mengatur hal tersebut, maka pemerintah Belanda mengeluarkan undang – undang “ koelie ordanintie”, sebagai ancaman bagi para kuli yang berani meninggalkan pekerjaan sebelum waktunya tiba, diadakanlah “Flonale Snctie”. Dengan demikian dapat dikatakan pada era politik pintu terbuka ini terjadi suatu sistem perbudakan yang dilindungi oleh undang – undanng, sehingga sangat menyengsarakan rakyat Indonesia karena politik pintu terbuka hanya sebatas tataran teori semata yang jauh dari pelaksanaannya.

Ditulis oleh Brilian Adam Kalismala ( 06 / XI.A.6 )

Total comment

Author

Unknown

Politik Etis

Nama Anggota :
  • Aditya Chandra F (01)
  • Dimas Hanafi I.N (10)
  •  Ilham Muhammad A (15)
  • Nur Azizah F (23)
  • Salis Nur Aini (27)
  • Tri Agustina (30)
  • Winda Pratiwi (31)
  • Yunita Aprilia (32)


Latar Belakang


Politik etis terjadi pada zaman penjajahan belanda, Politik etis muncul karena para rakyat indonesia dipekerjakan terus menerus tampa adanya imbalan-imbalan atau bayaran dan meraut keuntungan ditanah indonesia dengan mengeksploatasi kekayaan alam indonesia dengan memperkerjakan rakyat indonesia sehingga lama kelamaan para simpatisan mendukung rakyat indonesia untuk disejahterakan juga, sebagai pekerja dan ditambah dengan dukungan dari orang-orang belanda sehingga menamabah para simpatisan yang peduli pada saat itu lalu lahirlah wacana dari belanda yang mengemukakan tentang Politik etis, dalam perkembangan politik etis sangat jelas terlihat bahwa politik etis yang diberikan belanda sangat pincang artinya berat sebelah atau sama saja, hanya menguntungkan belanda, tetapi para pekerja indonesia sudah puas diberi upah sedikit merasa sangat banyak, tetapi muncullah atau lahirlah golongan indonesia yang merubah segalanya,


  1. Pelaksanaan sistem tanam paksa yang menimbulkan penderitaan rakyat indonesia namun dilain pihak memberikan keuntungan bagi belanda.
  2. Sistem ekonomi liberal tidak mengubah nasib rakyat pribumi.
  3. Belanda melakukan penekanan dan penindasan terhadap tanah jajahan.
  4. Rakyat kehilangan tanahnya.
  5. Adanya kritik terhadap pelaksanaan politik ekonomi liberal yang dikemukakan oleh kaum humanis (etisi) belanda


Pengertian Politik Etis dan Sejarah Politik etis


Pelaksanaan Politik Etis


Pelopor dari politik etis adalah Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus). Mereka membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang.

Dasar pelaksanaannya :
Pidato pembukaan parlemen Belanda oleh Ratu Wilhelmina (yang pada saat itu baru naik tahta) pada 17 September 1901. Isinya menyatakan bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Panggilan moral itu dituangkan ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Politika yang meliputi :


  • irigasi (pengairan), yakni membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk      keperluan pertanian
  • emigrasi yakni mengajak penduduk untuk transmigrasi
  • edukasi, yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan


Pelaksanaan :
Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan yang membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia.


Prinsip-prinsip atau arah etis (etische koers) yang diterapkan di bidang pendidikan saat itu :
(1) Pendidikan dan pengetahuan barat diterapkan sebanyak mungkin bagi pribumi. Bahasa Belanda diupayakan menjadi bahasa pengantar pendidikan.
(2) Pendidikan rendah bagi pribumi disesuaikan dnegan kebutuhan mereka.


Sistem pendidikan pada masa itu belum lepas dari pola stratifikasi sosial yang telah ada dan disahkan sejak taun 1848 oleh penguasa kolonial. Dalam stratifikasi itu, penduduk dibagi ke dalam 4 golongan:
(1) Golongan Eropa
(2) Golongan yang dipersamakan dengan Eropa
(3) Golongan Bumiputera
(4) Golongan yang dipersamakan dengan bumiputera.


Stratifikasi sosial ini direvisi pada tahun 1920 :
(1) Golongan Eropa
(2) Golongan Bumiputera
a. Golongan bangsawan (aristocrat) dan pemimpin adat
b. Pemimpin agama (Ulama)
c. Rakyat biasa
(3) Golongan Timur Asing


Sistem pendidikan yang diterapkan :
(1) Pendidikan dasar, meliputi sekolah dengan pengantar Bahasa Belanda (ELS,HCS,HIS), sekolah dnegan pengantar bahasa daerah (IS,VS,VgS), dan sekolah peralihan
(2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum (MULO,HBS,AMS) dan pendidikan kejuruan
(3) Pendidikan tinggi.
Isi Politik Etis: Isi Trilogi van Deventer
Dampak Politik Etis
Dampak yang di timbulkan oleh Politik Etis tentunya ada yang negatif dan positif namun yang perlu kita ketahui adalah bahwa hampir semua program dan tujuan awal dari Politik Etis banyak yang tak terlaksana dan mendapat hambatan. Namun satu program yang berdampak positif dengan sifat jangka panjang bagi bangsa Indonesia adalah bidang pendidikan yang akan mendatangkan golongan terpelajar dan terdidik yang dikemudian hari akan membuat pemerintahan Belanda menjadi terancam dengan munculnya Budi Utomo, Sarikat Islam dan berdirinya Volksraad. Adapun dampak-dampak yang terlihat nyata adalah dalam tiga bidang :
  1. Politik : Desentralisasi kekuasaan atau otonomi bagi bangsa Indonesia, namun tetap saja terdapat masalah yaitu golongan penguasa tetap kuat dalam arti intervensi, karena perusahaan-perusahaan Belanda kalah saing dengan Jepang dan Amerika menjadikan sentralisasi berusaha diterapkan kembali. (Kartodirjo, Sartono 1990 : 56)
  2. Sosial : Lahirya golongan terpelajar, peningkatan jumlah melek huruf, perkembangan bidang pendidikan adalah dampak positifnya namun dampak negatifnya adalah kesenjangan antara golongan bangsawan dan bawah semakin terlihat jelas karena bangsawan kelas atas dapat berseolah dengan baik dan langsung di pekerjakan di perusahaan-perusahaan Belanda.
  3. Ekonomi : lahirnya sistem Kapitalisme modern, politkk liberal dan pasar bebas yang menjadikan persaingan dan modal menjadi indikator utama dalam perdagangan. Sehingga yang lemah akan kalah dan tersingkirkan. Selain itu juga muculnya dan berkembangnya perusahaan-perusahaan swasta dan asing di Indonesia seperti Shell.
Kekurangan dari pelaksanaan Politik Etis adalah kebijakan ini hanya dibutuhkan bagi orang pribumi (eksklusif). Buktinya adalah pembangunan lembaga-lembaga pendidikan hanya ditujukan untuk kalangan pribumi. Sementara orang-orang campuran tidak dapat masuk ketempat itu. Bagi mereka yang ingin melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi harus pergi ke Eropa, yang biayanya sangat mahal. Padangan pemerintah colonial yang memandang bahwa hanya orang pribumilah yang harus ditolong, di tentang oleh Ernest Douwes dekker. Menurutnya, seharusnya politik etis ditujukan bagi semua pendidik Hindia Belanda (indies) yang didalamnya termasuk orang Eropa yang menetap dan Tionghoa.



 Kesimpulan
Lahirnya Politik Etis di karenakan Belanda ingin membalas budi pada bangsa Indonesia yang telah banyak memberikan hasil kekayaan alam dan tenaga masyarakat pribumi untuk Belanda. Politik Etis di prakarsai oleh Van Deventer yang prihatin terhadap nasib rakyat Indonesia yang kekayaan alamnya sudah banyak di ambil oleh Belanda.
Isi Politik Etis ada tiga yaitu, pendidikan, pengairan, perpindahan penduduk, yang di dasarkan untuk menciptakan sumber daya manusia yang lebih baik di Indonesia.
 Politik Etis tidak semata-mata untuk bangsa Indonesia, tetapi juga untuk Belanda. Karena dari politik etis terciptanya golongan terpelajar yang dapat di pergunakan oleh Belanda untuk di jadikan pegawai, dan hasil pertanian yang di lakukan oleh rakyat pribumi di ambil oleh Belanda. Jadi politik etis hanya penghalus dari kata tanam paksa.

Ditulis oleh Brilian Adam Kalismala ( 06 / XI.A.6 )

Total comment

Author

Unknown

Kemunduran VOC

Nama Anggota :
  • Amalia Ninggar (04)
  • Tri Agustina (30)
  • Nafera Triana Swastika (21)
  • Dyah Ayu Satriawi (13)
  • Juninda Ratusiwi (18)
  • Yunita Aprilia (32)
  • Chita Wibowo (07)
  • Rahmawati Sukma Wardhani (24)


Kemunduran VOC

Penjelasan

Pada abad ke-17 sampai awal ke-18, VOC mengalami puncak kejayaan. Jalur perdagangan yang dikendalikan VOC menyebar luas membentang dari Amsterdam, Tanjung Harapan, India sampai Papua. Keuntungan perdagangan rempah – rempah juga melimpah, namun dibalik itu ada persoalan – persoalan yang bermunculan. Semakin banyak daerah yang dikuasai ternyata juga membuat pengelolaan semakin kompleks. Semakin luas daerahnya pengawasan juga semakin sulit.

Akhirnya, pada tahun 1749 terjadi perubahan yang mendasar dalam lembaga kepengurusan VOC. Anggota pengurus “Dewan 17” yang semula dipilih oleh parlemen dan provinsi pemegang saham menjadi tanggung jawab raja. Raja juga menjadi panglima tertinggi tentara VOC. Dengan demikian VOC berada di bawah kekuasaan raja.

Pengurus VOC mulai akrab dengan pemerintah Belanda sehingga pemegang saham menjadi terabaikan. Pengurus tidak lagi berpikir memajukan pusat perdagangannya tetapi berpikir untuk memperkaya diri. Oleh karena itu, keuntungan VOC semakin merosot bahkan tidak mampu membayar dividen. Selain itu, beban hutang tidak terelakkan.

Pada tanggal 24 Juni 1719, Gubernur Jendral Henricus Zwaardecroon mengeluarkan ordonasi untuk mengatur secara rinci cara penghormatan terhadap gubernur jendral, posisi jabatan dan berbagai simbol kehormatan menjadi dasar VOC. Mereka menerima upeti yang hanya diberikan kepada kalangan pejabat, dari pejabat dibawahnya kepada pejabat atasnya. Disamping itu, terkait dengan mekanisme pergantian jabatan di VOC bermuatan pada korupsi, pada contohnya gubernur jendral Van Hoorn menumpuk harta sampai 10 juta gulden ketika kembali ke Belanda tahun 1709, gubernur Maluku mengumpulkan kekayaan 20 – 30.000 gulden dalam waktu 4 – 5 tahun. Selain itu, pengurus VOC juga memasang tarif sebesar F 3500 bagi yang ingin menjadi pegawai onderkoopman, untuk menjadi kapitein harus menyogok F. 2000 dan begitu seterusnya yang semua telah merugikan uang lembaga. Demikianlah, para pejabat VOC melakukan korupsi karena ingin kehormatan dan kemewahan sesaat.

Beban utang VOC semakin berat, sehingga akhirnya VOC sendiri bangkrut. Bahkan ada sebuah ungkapan, VOC kepanjangan dari Vergaan Onder Corruptie (tenggelam karena korupsi). Dalam kondisi bangkrut, VOC tidak dapat berbuat banyak sebagai kongsi dagang yang menjalankan roda pemerintahan di negri jajahan.

VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799. Semua utang dan semua milik VOC diambil alih oleh pemerintah Belanda. Pengambilan kekuasaan ini dimaksudkan agar wilayah Indonesia tetap berada dalam pengendaliaan pemerintah Belanda, setelah itu kerajaan Belanda menunjuk Herman William Daendels sebagai gubernur jendral Indonesia. Hal ini menandai pemerintahan kolonial Belanda atas nusantara.

Kesimpulan

Faktor penyebab kemunduran VOC
  1. Banyaknya korupsi yang dilakukan oleh para pegawai VOC.
  2. Anggaran untuk pegawai sangat besar karena makin luasnya kekuasaan VOC.
  3. Biaya perang untuk menanggulangi perlawanan rakyat sangat besar.
  4. Adanya persaingan kongsi dagang lainnya seperti East Indian Company dan Compagnie des Indies.
  5. Adanya pemberian keuntungan bagi pemegang saham meskipun usahanya telah mengalami kemunduran.
  6. Perkembangan liberalisme sehingga monopoli perdagangan yang diterapkan VOC tidak sesuai lagi.

Ditulis oleh Brilian Adam Kalismala ( 06/X MIPA 6 )

Total comment

Author

Unknown

Nama Anggota :
  • Aditya Chandra F (01)
  • Alifia Ayu S (02)
  • Alvi Utami (03)
  • Dimas Hanafi I N (10)
  • Dita Ayuingrum (11)
  • Diyah Fatmawati (12)
  • Mifakhul Jannah (20)
  • Nawang Putri S (22)


Hak-Hak Istimewa VOC (Hak Oktroi)


  1. Monopoli perdagangan.VOC menjadi Berjaya setelah berhasil melakukan monopoli perdagangan rempah- rempah di Kepulauan Maluku.
  2. Mencetak dan mengedarkan uang.Untuk memperlancar monopoli perdagangan VOC maka VOC membuat peraturan seperti Sewa tanah sehingga VOC membuat dan mengedarkan uang untuk melancarkan kegiatan seperti sewa tanah, selain itu VOC juga menggunakan uang untuk membeli hasil pertanian dan perkebunan rakyat dengan harga murah.
  3. Mengangkat dan memberhentikan pegawai.Dalam memonopoli perdagangan VOC membutuhkan jenderal untuk mengatur kegiatan kegiatan VOC sehingga VOC mengangkat dan memberhentikan pegawai berdasar kemampuan seperti raffles, daendels, dll.
  4. Mengadakan perjanjian dengan para raja.Jenderal pertama VOC, Pieter Both berhasil mengadakan perjanjian dengan penguasa Jayakarta pada tahun 1611 guna membeli sebidang tanah yang akan menjadi cikal bakal hunian daerah kekuasaan VOC di tanah Jawa dan cikal bakal kota Batavia.
  5. Memiliki tentara untuk mempertahan diri. Dengan memiliki hak untuk memiliki tentara maka VOC cenderung ekspansif untuk terus berusaha memperluas daerah daerah di nusantara sebagai wilayah kekuasaan dan monopolinya.
  6. Mendirikan Benteng.Mengawali ekspansinya VOC telah berhasil mengusir Portugis dari Ambon, benteng pertahanan Portugis di duduki antara VOC dan diberi nama Benteng Victoria.
  7. Menyatakan perang dan damai.Mataram yang merupakan kerajaan terkuat di Jawa akhirnya dapat dikendalikan oleh VOC, hal ini dapat terjadi setelah raja Pakubuwana II yang sedang dalam sakit keras dipaksa untuk tanda tangan naskah penyerangan kekuasaan Kerajaan Mataram kepada VOC pada tahun 1749.
  8. Mengangkat dan memberhentikan penguasa penguasa setempat.Selain memonopoli perdagangan VOC juga memonopoli bidang pemerintahan dengan melakukan perjanjian dan memberikan janji janji ke penguasa setempat sehingga penguasa penguasa banyak yang terpengaruh rayuan VOC sehingga VOC mengambil alih kekuasaan daerah daerah dengan mengangkat dan memberhentikan penguasa sesuka hati.
Ditulis oleh Brilian Adam Kalismala ( 06/X MIPA 6 )

Total comment

Author

Unknown